oleh : Prof A,Hasyimi
Bismillahir Rahmanir Rahim.
Telah berlalu masa dan kurun, dalam waktu mana kepada kita
disodorkan buku-buku sejarah Islam, terutama sejarah Islam di Nusantara, yang
dikarang oleh bangsa asing kaum penjajah yang bukan beragama Islam, bahkan
sebagai penjajah mereka berusaha untuk menghancurkan Islam, sekurang-kurangnya
untuk menyelewengkan atau mendangkalkan ajaran-ajaran Islam.
Salahsatu cara yang mereka tempuh untuk maksud-maksud kolonialisme
tersebut, yaitu dengan memutarbalikkan sejarah Islam, bahkan mencampur-adukkan
sejarah Islam dengan israeliat (dongeng-dongeng yang dimaksudkan orang-orang
Yahudi ke dalam ajaran dan sejarah Islam).
Karena itu, adalah wajar kalau kemudian ada orang-orang Islam
sendiri, terutama yang mendapat pendidikan di sekolah-sekolah kaum penjajah,
membenci Islam, memusuhi Islam, mengatakan bahwa Islam menghambat kemajuan dan
mempersubur perbudakan; mereka kemudian menjadi orang-orang sekuler yang
memusuhi agamanya, Agama Islam, bahkan melawan Allah Yang Maha Esa.
Setelah apa yang dinamakan "Sejarah Islam" yang disusun oleh kaum
penjajah itu atau oleh kaki-tangannya, meracuni jiwa dan semangat pemuda-pemuda
Islam di tanah jajahan, maka barulah mereka menciptakan dongeng-dongeng sebagai
ganti dari ajaran Islam yang sebenarnya, sehingga dengan mudah kaum penjajah
menciptakan "agama baru" dalam bentuk aliran-aliran kebatinan, aliran-aliran
kepercayaan, yang kadang-kadang menjelma menjadi tarekat-tarekat; bahkan mereka
menciptakan nabi-nabi baru.
Maka mereka menampilkan para kaki-tangannya menjadi tokoh-tokoh
"aliran kebatinan dan aliran kepercayaan" dengan tugas melemahkan bahkan
menghancurkan ajaran Islam sejati; lahirlah ke arena dunia nabi-nabi kaum
kolonial, seperti Mirza Gulam Ahmad dengan sejumlah khalifahnya, yang diciptakan
oleh penjajah Inggeris dan didukung oleh penjajah Belanda, Perancis dan
sebagainya.
Maka tidak heran kita, kalau kaki-tangan kaum penjajah menulis dalam
apa yang dinamakan "buku sejarah Islam" bahwa Malikus Saleh, Raja Kerajaan Islam
Samudra/Pasai yang terbesar, beliau makan "cacing", yang apabila hal demikian
dibaca oleh pemuda-pemuda kita, jatuhlah martabat Malikus Saleh di mata mereka,
padahal beliau adalah mujahid dan pahlawan yang terbesar pada zamannya.
Tokoh-tokoh penjajah terbesar, seperti Prof. Dr. Snouck Hourgrunye
dan lain-lainnya, tanpa malu-malu menulis sejarah Islam di Indonesia dengan
mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dalam abad ke XIII M. dan Raja Islam
pertama yaitu Malikus Saleh yang makan cacing itu. Dengan sengaja tokoh-tokoh
utama kaum penjajah itu tidak mau mengakui bahwa Islam telah masuk ke Nusantara
dalam abad pertama hijriyah dan Kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara telah
berdiri di Perlak pada awal abad ketiga hijriyah (abad ke IX M.). Pendapat dari
tokoh-tokoh utama kaum penjajah itu diterima bulat-bulat oleh sementara kaum
terpelajar di Nusantara, bahkan tulisan-tulisan otak kaum penjajah yang
berlindung di bawah nama "orientalisten" dijadikan sumber sejarah Islam yang
utama.
Mereka menolak, kalau kita ketengahkan kepada mereka naskah-naskah
tua yang ditulis oleh para Ulama Nusantara sendiri sejak zaman dahulu, seumpama
naskah Idharul Haqq Fi Mamlakat Ferlak karangan Abu Ishak Makarani,
Tazkirah Tabakat Salatin yang ditulis oleh Said Abdullah, Keurukon
Katibul Muluk (Sekretaris Negara) dari Kerajaan Aceh Darussalam,
hanya karena naskah-naskah tersebut tidak pernah disebut-sebut oleh tokoh-tokoh
utama kaum penjajah; Snouck tidak menyebutnya, kata mereka.
Mereka juga tidak akan percaya apa yang ditulis oleh. Sarjana
Sejarah Pakistan , Dr. N.A. Baloch, karena
Baloch tidak mendasarkan karangan pada sumber-sumber "Orientalisten Penjajah".
Dalam bukunya, Advent of Islam in Indonesia, Br. N.A. Baloch antara lain
menulis:
"There ia evidence to the effect that some of the scholarly
nakhudas from Mekran (Buluchistan) had settled down in Sumatra at an early stage. To one of the settled families
belonged the secholar historian Abu Ishaq al-Mekrani al-Fasi (i.e. whose family
originally came from Mekran or Buluchistan but had settled down in Pasai in
Sumatra ) who wrote an important work on the
dinastic history of the rulers of Perlak. This book entitled Kitab Idhar alHaqq
fi Silsilat Raja Ferlak, Which was discovered more recently, shows that the
first Muslem
State in Perlak was founded
as early as 225 H. (847 A.D.)
Maksudnya: Pada suatu waktu dahulu telah terjadi satu
peristiwa yang menyebabkan sejumlah nakhoda terpelajar dari Mekran (Buluchistan)
telah mendarat di Sumatera. Dalam satu rombongan keluarga yang mendarat itu,
ikut seorang ahli sejarah yang bernama Abu Ishaq Al-Makarani AI-Pasi (Yaitu
keluarganya berasal dari Mekran atau Buluchistan yang mendarat di Pasei
Sumatera), beliau telah menulis satu karya yang amat penting tentang sejarah
dinasti para penguasa Perlak. Buku ini dinamakan lahar Al-Haqq fi Silsilat Raja
Perlak, dalam buku mana dicatat bahwa Kerajaan Islam pertama di Perlak didirikan
dalam tahun 225 H. (847 M.)
(Dr. N.A. Baloch: Advent of Islam in Indonesia halaman 17).
Keadaan yang timpang ini, yang sangat merugikan Ummat Islam di Asia
Tenggara, harus kita berantas, harus kita lawan, karena kalau kita biarkan,
pasti ajaran sekularisme dan ajaran anti Tuhan (Atheisme) akan berkembang terus
dan mengancam Islam, bahkan buat di Indonesia akan mengancam kemurnian dan
keselamatan Pancasila.
Ahli-ahli sejarah Islam dari bangsa-bangsa Asia Tenggara sendiri
harus menulis sejarahnya, harus meneliti masuk dan berkembangnya Islam di Asia
Tenggara, kemudian menseminarkannya; kemudian menulis menjadi buku Sejarah Islam
di Indonesia, Sejarah Islam di Malaysia, Sejarah Islam di Singapura, Sejarah
Islam di Philipina, Sejarah Islam di Thailand, Sejarah Islam di Brunei dam
sebagainya.
Menurut hemat saya, naskah-naskah tua masih cukup banyak asal kita
mau mencari dan ia akan dapat membantu kita dalam usaha yang. besar itu. Sudah
waktunya kita meninggalkan tulisan-tulisan kaum penjajah sebagai sumber utama
sejarah Islam di Asia Tenggara, sudah masanya kita menggali sumber yang ada di
bumi kita sendiri.
Ini adalah salahsatu tujuan dari Seminar ini; Seminar Masuk dan
Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara, disamping tujuan-tujuan yang
lain.
Amatlah membesarkan hati kami, hati kita sekalian, bahwa seminar
masuk dan berkembangnya Islam di Aceh -Nusantara, mendapat dukungan yang luas
dari masyarakat mendapat partisipasi yang hangat dari para ulama, para ahli
sejarah dan para sarjana terkemuka di Rantau Asia Tenggara ini, sehingga dengan
demikian dapat diharapkan seminar ini akan memberi hasil yang memadai
(sekurang-kurangnya).
Perhatian yang cukup besar dari Pemerintah Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Aceh, kesungguhan yang tiada bertara dari Pemerintah Daerah Tingkat II
Aceh Timur dan segenap lapisan rakyatnya, bantuan serta dukungan yang berarti
dari Perusahaan Negara PERTAMINA, dan sumbangan yang ikhlas dari para pengusaha,
semua itu telah memberi makna yang sangat bernilai bagi pelaksanaan seminar
ini.
Menjadi kewajiban kita sekalian untuk mensyukuri rahmat Allah yang
berlimpahan itu.
Uraian singkat ini, hanya sekedar menjelaskan arti dan makna
seminar, yang pada saat ini sedang berlangsung upacara pembukaannya.
WABILLAHIT TAUFIK WAL HIDAYAH !
Banda Aceh, September 1980.oleh
0 comments:
Post a Comment