Oleh : Sofiya Al-Khansa
“Menikahlah denganku,”pintanya
dengan serius.
“Kita tidak mungkin menikah.”
“Kenapa? Apa aku tidak indah untuk
di pandang? Apa ada yang salah denganku?”
“Tidak ada yang salah dengan dirimu,
juga bukan karena kau tidak indah untuk dipandang. Tapi…….”
“Tapi kenapa? Apa yang membuatmu
tidak bisa menerimaku.”
Kutarik nafas panjang. “Prastya,
alasannya bukan karena kau tidak indah dipandang tapi karena agama kita
berbeda. Aku tidak mungkin menikah dengan lelaki yang beda agama denganku.
Seorang wanita muslim diharamkan untuk menikah dengan laki-laki non muslim.”
“Kenapa bisa diharamkan? Bukankah
menikah itu ibadah?”
“Pelajari tentang islam maka kau
akan temukan jawabannya. Maaf prastya aku harus pergi sekarang.”
Kutinggalkan ia sendiri di cafe.
Kulihat awan hitam semakin tebal. Kulangkahkan kaki lebih cepat, aku takut
turun hujan sedangkan tempat berteduh masih jauh. Gerimis mulai turun, aku
yakin kali ini akan turun hujan lebat. Aku segera berlari. Tiba disana datang
juga sebuah motor untuk berteduh. Rasanya aku tidak asing melihat si
pengendara. Benar saja, saat ia membuka helm ternyata dia adalah orang yang aku
kagumi selama ini. Aku palingkan wajahku agar dia tidak mengenaliku, tapi
terlambat. Tubuhku mulai gemetar. Selalu itu yang terjadi saat aku bertemu
dengannya.
“Loh Er. Kamu kok sampai disini?
Darimana tadi?”
“Tadi habis ketemu teman. Kakak
sendiri darimana?”
“Dari kampus kumpul tugas.”
“Oh….”
Pembicaraan kami terhenti. Hanya itu
saja yang bisa kukatakan, setelah itu diam tanpa kata.
Xxxxxxxxx
“Kapan kamu akan menikah, dek?
Berapa banyak lagi laki-laki yang akan kau tolak saat mereka
mengkhitbahmu.”Tanya ayahku dengan lembut.
Aku tersenyum mendengar pertanyaan
ayah, tapi aku masih tetap bermain dengan laptop kesayangaku. Ayahku memang
menginginkanku agar segera menikah, tapi aku belum cocok dengan laki-laki yang
datang mengkhitbahku.
“Ayah, tadi ada yang datang ke adek.
Di juga mengkhitbah adek.”
“Siapa?”
“Prastya.”
“Lalu apa jawabanmu.”
“Adek tolak dia.”
“Aduh dek. Kenapa ditolak?”
“Karna dia beda agama dengan adek
yah. Bagaimana rumah tangga adek bisa sakinah, mawaddah, wa rahmah kalau dalam
satu kapal ada 2 nakhoda.”
Ibuku hanya tersenyum mendengar
penjelasaku. Begitupun ayahku. Terkadang mereka heran denganku mengapa aku bisa
menjelaskan hal yang belum pernah aku alami.
Rembulan bersinar sangat terang. Aku
masih duduk di lantai atas rumahku bersama dengan ibuku. Kusandarkan kepala
dipangkuannya. Diusapnya kepalaku dengan penuh kasih sayang.
“Adakah yang telah mengisi hatimu.”
“Iya ma. Ada. Dia baik, sopan, taat
menjalankan ibadah,”
“siapa dia? Biar nanti ayahmu yang
datangi dia,”
“Khalid. Mahasiswa jurusan dakwah.
Kami bertemu saat adek ospek. Dia yang membantu adek di ospek. Adek menyukainya
sejak pertama kali bertemu. Tapi sayangnya kami hanya diam saja ketika bertemu.
Entahlah, lidah ini terasa sulit untuk berkata.”
“Ya sudah tunggu apalagi, biar
ayahmu yang datangi dia.”
“Tidak. Jangan ma.”
Lalu aku pamit kekamar. Handphoneku
berbunyi tanda ada pesan masuk. Ternyata dari temanku, dia mengjakku tadabur
alam bersama anak-anak yang lain. Aku pun menyanggupinya.
Semua perlengkapan sudah siap
dibawa. Aku bawa ranselku keluar rumah. Tak lupa sebelum aku pergi aku pamit
kepada ayah dan ibuku, lalu kucium mereka. Tiba di tempat yang ditentukan, aku
sangat kaget melihat kak Khalid juga
disana. Dia yang mengisi acara, dia juga ternyata yang mengadakannya.
Ah….kenapa nur tidak bilang.
“Kamu ikut juga Er?”Tanya kak Khalid.
“Iya kak kemarin diajak teman jadi
ya ayo.”
“Oiya Er, gimana? Sudah ada yang
cocok belum dengan yang datang mengkhitbahmu.”
Aku tersentak kaget. “kok kakak tau
adek dikhitbah?”
“Dari kakak sepupumu. Katanya kamu
selalu menolak kalau ada yang datang mengkhitbahmu. Ada apa denganmu?”
“Gak papa. Tidak cocok saja. Kalau
kakak?”
“Ada sih yang kakak sukai. Tapi
entah kenapa kami selalu tertunduk dan diam saat bertemu. Aku ingin datang
mengkhitbahnya tapi apa dia mau menerimaku? Aku bukan anak dari kalangan orang
kaya.”
“Datangi walinya, nikahi dia
insyaallah pintu rejeki akan terbuka untuk kalian.”
Kami pun berpisah karena akan
melaksanakan sholat ashar. Jujur aku sakit mendengarnya. Orang yang kutunggu
ternyata dia telah menunggu orang lain juga.
2hari kemudian kakak sepupuku datang
kerumah. Dia mengabari kami kalau ada seorang laki-laki yang datang
mengkhitbahku lewat pakde.
“siapa dia kak?”
“Dia….dia…. Khalid saputra.”
“Khalid….saputra…..?”aku tidak
percaya dengan apa yang aku dengar.
“Orang yang dia tunggu itu dirimu
Er, percayalah.”
“Alhamdulillah ya Allah.” Aku
langsung sujud syukur.
“Ada apa dek?”Tanya ayah dan ibuku
“Adek….adek akan segera menikah
ayah, ibu.”
“Alhamdulillah. Siapa dia.”
“Orang yang adek tunggu selama ini. Khalid
Saputra.”
Sebuah anugerah tak terduga yang aku
dapatkan dihari ini. Terima kasih ya Allah, engkau telah mengabulkan do’aku
untuk bersanding dengannya. Seorang laki-laki yang kutungu menjadi imamku.
Alhamdulillahirabbil’alamin.
Click Untuk Kembali Kemenu Utama