Makalah Drs.
Hasan Maarif Ambary,
Di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur derap pembangunan terasa
sekali menggema setiap hari. Sepanjang areal 20 km. di sana-sini deru buldozer
dan mobil-mobil trailer serta truk-truk besar menderu-deru membuat bising siapa
saja yang kebetulan lewat pada jalur jalan raya Banda Aceh - Medan . Betapa tidak karena
dikedua Kabupaten tersebut Pertamina telah menanamkan kukunya untuk mencoba
menggali perut bumi tanah Rencong baik untuk mengambil gas alam maupun minyak
bumi. Adalah tidak aneh kalau Pertamina mempertaruhkan harapan ditempat ini
karena konon di Daerah Aceh Utara inilah terdapat sumber gas alam yang terbesar
di Indonesia, bahkan adalah ucapan Ibnu Sutowo sendiri yang menyatakan bahwa
dengan sumber gas alam saja dimasa-masa yang akan datang kita dapat menutup
semua pinjaman-pinjaman kita dari luar negeri. Oleh karenanya cukup beralasan
jika Pertamina telah menyiapkan dermaga pelabuhan untuk tanker-tanker besar
bahkan menurut keterangan di dekat Lhokseumawe sedang dipersiapkan landasan
kapal terbang untuk pesawat-pesawat raksasa. Kemudian agak ke sebelah timur
sedikit antara Kuala Simpang dan Langsa masyarakat di sana telah dapat menikmati
jalan by pass beraspal beton yang kwalitetnya tidak kalah dengan jalan yang
memanjang dari Tanjung Priok-Cililitan. Jalan yang dibuat oleh pemborong dari
Malaysia ini merupakan sumbangsih
Pertamina kepada masyarakat Aceh Timur karena di Kuala Simpang Pertamina telah
membuat "Kebayoran Baru" nya yang disediakan untuk kegiatan para karyawan
Pertamina. Itulah sedikit gambaran derap pembangunan yang menderu di kedua
Kabupaten Aceh Utara dan Timur. Tentu saja dibalik derap pembangunan ini
disela-sela kesibukan tadi kita lihat dengan kontras kondisi jalan raya negara
dan Propinsi di luar jalur jangkauan Pertamina masih terdapat ratusan kilometer
lagi jalan-jalan yang berlobang-lobang, sehingga secara ironis orang di sana
bertanya bukan bagaimana jalannya bagus atau tidak, tapi bagaimanakah jalannya
bisa dilewati atau tidak, sebab kalau kendaraan bisa lewat saja sudah untung
besar. Disinilah sejenak kita berpikir bahwa banyak benar yang harus kita buat
untuk "menyeragamkan" derap pembangunan ini.
Di balik semua itu pada beberapa dusun dan kecamatan yang 7 abad
berselang merupakan daerah ramai dan banyak dikunjungi kapal-kapal asing, maka
kini daerah-daerah dimaksud yaitu Samudra Pasai dan Peureulak adalah sebuah
tempat yang sepi dan sunyi, hanya ada beberapa tanda saja bekas-bekas kebesaran
masa lampau sebagai kerajaan Islam terbesar dan tertua di Indonesia.
Di tempat-tempat sunyi inilah kerajaan Islam tertua di Indonesia bermula. Para ahli sejarah
umumnya condong kepada pendapat bahwa kerajaan Islam yang tertua di Indonesia adalah kerajaan Samudra
Pasai. J.P. Moquette telah menunjang pendapat tersebut dengan menguraikannya
berdasarkan batu nisan dari Malik As Shaleh di daerah Samudra yang wafat pada
tahun 1297. Penemuan-penemuan itu dapat ditambah lagi dengan
keterangan-keterangan dari naskah-naskah setempat yang dikenal sebagai
Hikayat Raja-raja Pasai. Demikian pula Sejarah Melayu telah
membumbui Hikayat tersebut di atas.
Namun kini kita dapat berpikir lain berdasarkan penemuan dan telaah
dari beberapa naskah di daerah Peureulak ditambah pula di tempat tersebut juga
terdapat beberapa makam kuno (sayang sekali tanpa ada angka tahunnya) dari
raja-raja (Sultan Peureulak) ada anggapan bahwa sebenarnya kerajaan Peureulak
sudah berdiri 3-4 abad sebelum ada kerajaan Samudra Pasai. Beberapa keterangan
dari naskah-naskah yang kini sedang dipelajari oleh team penulisan Sejarah
Kabupaten Aceh Timur atas prakarsa Arifin Amin (anggota DPRD Kabupaten Aceh
Timur) bukanlah suatu usaha yang tiada berguna bahwa kerajaan Peureulak jauh
lebih tua dari kerajaan Samudra Pasai atau tepatnya kerajaan Peureulak adalah
kerajaan Islam tertua di Indonesia. Inipun kita tidak mengenyampingkan kenyataan
bahwa sejak abad ke-7 M. seperti yang disebutkan oleh DGE Hall (The History
of South East Asia), pedagang-pedagang Arab Muslim sudah melakukan
perdagangan dengan beberapa kerajaan di Indonesia.
1. MENCARI JEJAK
Seorang sarjana lapangan bangsa Belanda yang tertarik pada
kepurbakalaan Islam bernama J.J. de Vink dari tahun 1912-1917, atas perintah
dari Dinas Purbakala (Oudheidkundige Dienst) telah dilakukan pemotretan,
penggambaran dan pembuatan acuan (abklatsch) terhadap beratus-ratus
kompleks kubur di Propinsi Aceh sekarang. Tapi sayangnya catatan yang dibuat
oleh J.J. de Vink, berdasarkan Gouvernements Besluit 14 Maret 1912 dalam
bentuk: Lijst der Fotograpsche opnamen gemaakt in't voormaligrijk Aceh,
maupun catatan Abklats-nya tidak ada tentang Peureulak ataupun daerah Aceh Timur
lainnya seperti Tamiang umpamanya. Rupanya dalam melakukan tugasnya selama
lima tahun di
daerah Aceh J.J. de Vink tidak sempat mengunjungi daerah Aceh Timur. Hal ini
terus terang saja menarik perhatian kami sehingga terkandung niat juga
mengunjungi daerah Aceh Timur dalam perjalanan kami ke daerah Propinsi Aceh
sebagai acara terakhir, dengan harapan dapat menemukan hal-hal yang berguna bagi
kepurbakalaan dan sejarah.
Ketika kami sampai di Langsa dan mendapat keterangan secukupnya dari
beberapa pejabat Kabupaten Aceh Timur maka tujuan pertama penelitian adalah di
daerah Peureulak.
Pada tanggal 2 Maret 1974, team gabungan (dua orang dari Pusat, satu
orang dari Propinsi dan tiga dari Kabupaten) berangkat dari Langsa menuju
Peureulak.Yang dituju pertamakali ialah Kecamatan Peureulak karena di sana nanti
kami akan "dikawal" oleh seorang Pawang dan seorang lagi Kepala Mukim.
Dengan demikian maka kami berangkat dari Peureulak menuju tempat
peninggalap bekas kerajaan Peureulak ini menjadi tujuh orang karena ditambah
oleh sang Pawang (Teungku Sulaiman) dan Pak Mukim (Moh. Amin) menuju delta
Krueng Tuan dan benteng Kareung Inong yang jaraknya dari kecamatan Peureulak
kira-kira 27 km.
Adapun tempat yang dituju ialah sebuah hutan belantara yang jarang
dikunjungi manusia dan masih "kaya" akan binatang hutannya seperti harimau,
gajah, kijang dan sebagainya, dan yang agak sedikit mengerikan adalah bahwa jika
kita melalui tempat tersebut akan disambut oleh sepasukan Pacet (lintah kecil)
yang selalu siap sedia menyergap mangsa.
Salahseorang anggota team yang kebetulan wanita yaitu Sdr. Halina
Hamzah mendengar kata Pacet sudah mulai gelisah tapi Pawang kami menyarankan
membawa obat gosok saja atau garam. Anjuran Pawang tersebut kami penuhi. Tempat
ini adalah makam Putri Nurul A'la (salahseorang bintang kejora kerajaan
Peureulak dahulu) isteri Sultan Ahmadsyah 501-527H. = 1108-1134 M. Setelah
melalui jalan berdebu dan sering pula harus berpacu dengan truk-truk pengangkut
pasir yang di kiri-kanan terhampar kilang dan pipa minyak. Setelah satu jam
perjalanan sampailah di tepi hutan dan kami harus berjalan kaki. Kendaraan
kemudian disimpan di tepi jalan dan dengan didahului oleh Pawang kami mulai
menerobos hutan melalui jalan setapak dan harus membungkuk karena akan terantuk
pada duri rotan. Baru berjalan lima puluh meter Sdr. Halina sudah berteriak
histeris, rupanya ketika melihat ke tanah berpuluhpuluh Pacet siap menari-nari.
la menjadi ketakutan dan berlari kembali ke jalan raya. Akhirnya ia duduk saja
di mobil ditemani pak Supir dan selama perjalanan kami mengelilingi Propinsi
Aceh baru sekali inilah ia absen dari acara gara-gara Pacet.
Setelah berjalan sejauh 4 Km. kami sampai ke delta Kreung Peureulak
dan Kreung Tuan dan pada sisi atas delta terhampar sebuah makam Putri Nurul
A'la. Sebelum kami melihat terlebih dahulu Pawang membacakan do'a selamat. Di
sinilah dimakamkan Putri Nurul A'la yang pada masa dahulu menjadi rebutan
putra-putra raja dari kerajaan-kerajaan lain di luar Peureulak, kini terbujur
sepi jauh di hutan belantara, tapi jika membayangkan ke masa dahulu pastilah
delta sungai Peureulak ini dulunya sangat ramai dilalui perahu dan pedagang.
Batu nisannya sangat sederhana sekali namun menunjukkan ciri-ciri yang archais
berukuran tinggi sekitar 40 cm. dan pada bagian lebar terdapat tiga kolom
berukir bunga-bungaan dengan di tengahnya huruf kufi bertulisan: La ila ha
illal'lah, tidak ada kalimat lain selain itu. Tradisi menuliskan nama yang
dikuburkan seperti di Samudra Pasai, Aceh Besar dan daerah-daerah lainnya
rupanya tidak meresap ke sini.
Walaupun nisan ini tidak memuat nama dan angka tahun bukan berarti
tidak penting karena kita juga mengetahui, bahwa di beberapa tempat lain seperti
di Banten, Cirebon, Demak, Imogiri, Gresik dan sebagainya, banyak makam yang
tidak memakai nama atau angka tahun tapi dapat diketahui identifikasinya
berdasarkan tradisi, seperti di Cirebon misalnya dalam kitab Purwaka Caruban
nagari karya Pangeran Arya Cirebon (1720), disitu termuat nama-nama tokoh
yang dimakamkan di kompleks Gunung Jati Cirebon. Demikian pula halnya dengan
kerajaan Peureulak, kitab semacam Idhalul haq fi mamlakatul Peureulak
karya Abu Ishak Al Marakain mungkin bisa memberi petunjuk ke arah itu. Setelah
kami melakukan pemotretan dan pengukuran seperlunya barulah kami membuka
oleh-oleh yaitu membuka alas kaki yang dari tadi sudah mulai terasa gatal.
Ternyata ketika dibuka sudah delapan ekor pacet bertengger dekat mata kaki
hingga darah mengucur terus dan barulah ketika dioles dengan obat gosok segera
mencair dan darahpun berhenti mengucur.
Dalam perjalanan kembali alhamdulillah kami hanya ditempeli dua ekor
pacet saja, hingga tidak begitu merisaukan. Mungkin bau obat gosok yang memenuhi
kaki telah mengusir pacet-pacet yang siap menerkam dalam perjalanan. Ketika kaki
yang masih berdarah kami tunjukkan pada Sdr. Halina ia hanya menutup muka saja
dengan kedua tangannya. Saya menyatakan bahwa untuk tahun yang akan datang pada
para mahasiswa arkeologi perlu praktek lapangan membasmi pacet dan kursus kilat
cara-cara menempuh hutan belantara.
Perjalanan kemudian dilanjutkan ke sebuah benteng Kuno yang disebut
Kareung Inong yang letaknya disela-sela perkebunan kelapa sawit milik P.P.N.
Benteng tersebut kini telah dipenuhi semak belukar sehingga sangat sukar untuk
mengukur panjang serta tinggi benteng ini. Untung saja beberapa bulan yang lalu
telah diadakan kerja bakti membuat tangga masuk menuju benteng, sebab kalau
tidak kita hanya melihat dari jauh saja. Dengan sukarnya mengadakan pengukuran
dan penggambaran, kami hanya berpikir apakah benteng ini hanya merupakan batu
alam yang secara ajaib dapat dimanfaatkan untuk pertahanan belaka. Namun batu
yang tingginya hampir tiga meter ini dengan tangga masuk yang menyerupai teras
masih merupakan teka-teki besar antara proses alamiah dan buatan tangan
manusia.
2. SEKITAR KERAJAAN PEUREULAK
Berita tentang adanya kerajaan Perlak (Peureulak) sudah mulai
disebut oleh musafir Italia bernama Marco Polo. La melakukan perjalanan ke
Tiongkok pada akhir abad 13 M. Dalam perjalanan kembali dari Tiongkok ini ia
mengunjungi beberapa daerah di Sumatera. Disebutkan bahwa kerajaan pertama yang
dikunjungi di utara Sumatera ialah Perlak. Dikatakan olehnya bahwa penduduk
negeri ini sudah menganut agama Islam.
Dari Perlak Marco Polo meneruskan perjalanan ke Basman (diperbatasan
Kabupaten Aceh Timur-Utara) dan kemudian ke Sumara (amalah) yang dimaksud
Samudra atau Samar Langga (dekat Bireuen). Mengenai dua kota yang terakhir itu
Marco Polo tidak menyebutkan apakah penduduknya sudah beragama Islam atau tidak,
karena berdasarkan petunjuk makam Malik As Shaleh seharusnya Samudra Pasai sudah
disebutkan beragama Islam hingga mungkin Samara. di sini yang dimaksudkan adalah
Samarlangga ( ± 50 km. utara
Lhokseumawe).
Dalarn kisah perjalanan Syeh Abdur Rauf (Syeh Kuala) mengelilingi
daerah Aceh (pada abad 17 M.), beliau selain menyebutkan Fansur, Barus, juga
menyebut tempat bernama Syahir Nawi, yang terakhir ini belum jelas di mana
letaknya, bahkan Prof. Syied Naguib Al Atas (University Kebangsaan Malaysia)
memperkirakan bahwa Syahir Nawi adanya di Thailand. Kebetulan ketika kami
bersama dengan Drs. Zakaria Ahmad (Kepala Kabin Permusiuman Propinsi Aceh)
sempat berdiskusi dengan Sdr. Arifin Amin (team penulisan Sejarah Perlak). Ia
menunjukkan daftar silsilah bahwa salah seorang Cakal Bakal Sultan-sultan Perlak
yang berasal dari para Meurah (bangsawan pribumi) adalah Syahir Nawi, sehingga
kami lalu menghubungkan ceritera perjalanan Syiah Kuala tentang Syahir Nawi
mungkin yang dimaksud itu Peureulak. Sebuah lagi petunjuk bahwa kerajaan
Peureulak adalah yang tertua jika dibanding dengan kerajaan Samudra Pasai adalah
berita dari Hikayat raja-raja Pasai tentang perkawinan Merah Selu (Malik As
Shaleh) dengan Putri Ganggang Sari dari Peureulak.
Dari silsilah raja-raja Peureulak kita melihat bahwa Putri Ganggang
Sari adalah putri Sultan Peureulak XV: Muhammad Aminsyah (622-662 H. = 1225-1263
M.). Kini yang menjadi persoalan ialah cukuplah bahan-bahan kepustakaan untuk
menunjang pendapat bahwa kerajaan Islam yang tertua di Indonesia . Berita Marco Polo memang
sudah menunjukkan petunjuk kearah itu. Kini team sejarah Kerajaan Peureulak
sedang berusaha mengumpulkan data-data dan bahan kepustakaan dan sedang
menggarap beberapa naskah Arab dan Melayu yang memuat bahan tentang Kerajaan
Peureulak. Beberapa naskah yang ditunjukkan kepada kami antara lain
disebutkan:
1. Kitab Jublul Hindi oleh Buruni
Syahriar.
2. Kitab Tarikh Salatin Gujarat oleh
Miraz Sayyid Mahmud bin Munawaarul Muluk.
3. Kitab Mamdalil Absar fi Mamalikil
Amsar oleh Ibnu Fadhlullah.
4. Kitab Zabdatul Tawarikh oleh Nurul
Haq Al Masyriqiyyah Dahlan.
5. Adhalul Haq fi Mamlakatil Peureula
oleh Abu Ishak AI-Marakain.
Kitab-kitab tersebut di atas ini masih ditambah lagi dengan beberapa
kepustakaan lain seperti Riwayat Negeri Salasuri Samudra Pasai. Kitab
Hamzah Fansuri, Kitab Samsuddin As Sumatrani, Hikayat Putri Nurul A'la dan
sebagainya.
3.SUSUNAN SULTANAT KERAJAAN PEUREULAH:
Peureulak berasal dari nama pohon kayu "bak Peureulak" yang bisa
dibuat perahu. Kita ketahui beberapa bangsa lain juga mengenal jenis pohon
tertentu untuk membuat perahu seperti pohon Papirus, yang dibuat perahu oleh
bangsa Mesir Kuno dan pohon Balzak yang dipergunakan oleh bangsa Aztek dan Inca
untuk mengarungi samudra Atlantik pada masa Purba, yang terkenal dengan
ekspedisi Kontikinya. Negeri Peureulak adalah termasuk negeri tertua di Sumatera
yang namanya dari dahulu hingga sekarang tetap tidak berubah-ubah. Dalam suatu
tradisi yang dibuat sambung-bersambung maka dalam sejarah Peureulak terdapat dua
konsentrasi kekuasaan dengan dua dinasti yang pada satu saat pernah memerintah
bersamaan dengan ibukota negara yang berbeda. Yang pertama ialah dinasti Sayid
atau dinasti Aziziah, tadinya merupakan seorang pendatang dari Persia
dan menetap di Peureulak.
Mereka akhirnya dapat mendirikan sebuah kerajaan yang berkedudukan
di Peureulak Baroh atau Bandar Khalifah.
Dinasti Sayid Maulana merupakan pendiri kerajaan Peureulak berkuasa
selama 148 tahun yaitu 225-377 H. = 840-988 M. dengan Sultan yang pertama
bernama: Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah (225-249H. = 840-864M.). Dinasti
Sayid ini hanya berkuasa sampai lima generasi saja karena kemudian timbul
kekuasaan baru dari kalangan para Meurah (Mohrat = maharaja) yang pertama
turunan Syahir Nawi.
Pada masa pemerintahan Sultan Makhdar Alaiddin Abdulkadirsyah
918-922M. terjadi perebutan kekuasaan antara dinasti Aziziah dan Dinasti Meurah
di bagian Tunong dan sejak itu mulailah memerintah para Meurah Peureulak asli.
Mereka memindahkan pusat kekuasaan dari Bandar Khalifah ke suatu dataran yang
sangat subur, dikelilingi oleh sungai yang memudahkan untuk lalu-lintas di hulu
sungai Tuan. (Disinilah putri Nurul A'la dimakamkan dan ke sini pulalah kami
berkunjung namun petunjuk bekas keraton belum dapat kami lihat karena tidak
nampak dari permukaan tanah, mungkin dengan ekskavasi dapat dicari jejak bekas
keraton?).
Sejak masa Sultan Abdulkadir ini dapat dikatakan bahwa kerajaan
Peureulak terpusat di dua tempat, yang pertama di Bandar Khalifah (letaknya di
kota kecamatan
Peureulak sekarang) dan di Tunong. Pada masa pemerintahan Muhammad Aminsyah
(1225-1263 M.) salah seorang putri Peureulak bernama Ganggang Sari menikah
dengan Marah Silu (Malik As Shaleh) pendiri kerajaan Samudra Pasai.
Dengan ini terbukalah kemungkinan bahwa kerajaan Islam yang tertua
di Indonesia sebenarnya adalah kerajaan
Peureulak. Beberapa petunjuk telah memberi jalan ke arah itu. Penelitian
sumber-sumber primer dan penggalian kepurbakalaan akan banyak membantu menunjang
berhasilnya penulisan kerajaan Peureulak.
2 comments:
situs ini maksutnya.. http://cooljalil.blogspot.com/
Post a Comment