Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah yang menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Shalawat dan
salam semoga terlimpah kepada Rasulullah yang menjadi teladan dalam
bersuci dan menjadi tempat bertanya dalam urusan agama, juga kepada
keluarga, dan para sahabatnya.
Mandi dari haid dan nifas, pada dasarnya, sama seperti mandi janabat.
Yaitu harus terpenuhi dua rukun utama, niat dan meratakan air ke seluruh
tubuh dari ujung rambut sampai pangkal kaki. Tidak boleh ada satu titik
dari itu yang tidak terbasuh air.
Tata cara mandi janabat sesusai sunnah yang telah kami sebutkan dalam tulisan sebelumnya Tata Cara Mandi Janabat yang Sempurna berlaku pada mandi untuk bersuci dari haid. Hanya saja ada beberapa tambahan sebagai berikut:
1. Disunnahkan menggunakan sabun dan alat pembersih lainnya selain air agar hilang bau tidak sedap dari sisa haid
Dasarnya dalah hadits Aisyah radhiyallahu 'anha, Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang cara mandi dari haid, maka beliau bersabda,
تَأْخُذُ إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ
الطُّهُورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا
حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ ثُمَّ
تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطَهَّرُ بِهَا
“Hendaknya salah seorang kalian menyiapkan air dan daun bidara, lalu
bersuci dengannya dengan sempurna (yaitu berwudhu menurut keterangan
sebagian ulama). Kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya dan
mengosoknya dengan kuat sehingga air membasahi kulit kepalanya. Lalu
mengguyurkan air ke atas tubuhnya. Kemudian ambillah sepotong kapas yang
telah dibubuhi minyak wangi, lalu bersihkanlah dengannya.”
Lalu Asma’ bertanya, Bagaimana wanita membersihkan dengan kapas itu?” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Subhanallah, bersihkanlah dengannya.”
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, “Seakan-akan wanita tersebut
tidak mengetahuinya, yaitu engkau membersihkan bekas darah itu
dengannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Lebih lengkapnya silahkan baca
tulisan terdahulu Apakah Disunnahkan Menggunakan Sabun Saat Mandi Janabat?.
2. Mengurai rambutnya yang dikepang dan menggosok kulit kepala dengan kuat sehingga air sampai ke kulit kepalanya
Dasarnya adalah hadits di atas,
ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا
“Kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya dan menggosoknya dengan kuat sehingga air membasahi kulit kepalanya.”
Ini menunjukkan bahwa beliau shallallahu 'alaihi wasallam tidak
mencukupkan hanya dengan menuangkan air, seperti halnya mandi junub.
Apalagi dalam kelanjutan hadits tersebut ditanyakan juga tentang mandi
janabat, lalu beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab,
ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا
“Kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya dan mengosoknya sehingga air membasahi kulit kepalanya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) tanpa ada tambahan fatadlukuhu dalkan syadidan (dan mengosoknya dengan kuat). Dengan demikian, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
membedakan cara menyiram dan mengucek rambut dalam mandi janabat dan
mandi selepas haid. Bagi wanita yang haid ditekankan agar bersuci dan
mengucek kepalanya dengan kuat dan sungguh-sungguh. Sedangkan dalam
mandi janabat tidak ditekankan hal itu.
Berkaitan dengan rambut yang dikepang, ketika mandi junub dibolehkan
untuk tidak melepas ikatan rambutnya. Ini berbeda dengan mandi selepas
haid, yang sangat dianjurkan untuk melepas kepangannya dan mengurai
rambutnya.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, ia berkata, “Aku
pernah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam,
sesungguhnya aku seorang wanita yang suka menggelung/mengepang rambut.
Haruskan aku melepasnya saat mandi junub? Beliau menjawab,
لَا إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
“Tidak, cukup bagimu menyiram kepalamu 3 kali dan selanjutnya engkau
ratakan air ke seluruh tubuh. Dengan demikian engkau telah suci.” (HR. Muslim dan Ashabus Sunan. Hadits ini dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam Irwa Ghalil no. 136)
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam pernah bersabda kepada ‘Aisyah saat mendapat haid ketika melaksanakan haji, “Tinggalkan (rangkaian tertentu ibadah) umrahmu, lepaskan ikatan rambutmu (saat mandi), dan sisirlah rambutmu.” (HR. al-Bukhari)
Syaikh Bin Bazz rahimahullaah menjelaskan dalam Ta’liqnya atas
Mutaqa al-Akhbar milik Ibnu Taimiyah, “Lebih dianjurkan bagi wanita
haid untuk melepas ikatan rambutnya saat mandi sehabis haid, namun tidak
dianjurkan baginya untuk melepasnya saat mandi junub.”
Hukum Mengurai Rambut Saat Mandi Haid
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum rinci tentang mengurai rambut
yang dikepang bagi wanita haid saat mandi haid. Imam Syafi’i, Malik,
dan Abu Hanifah berpendapat: Hukumnya dianjurkan, bukan wajib. Sementara
Imam Ahmad, al-Hasan al-Bashri, dan Thawus berpendapat bahwa wanita
yang mandi dari haid wajib melepas ikatan rambutnya, berdasarkan
hadits-hadits yang lalu.
Menurut Pengarang Shahih Fiqih Sunnah, pendapat kedua-lah yang lebih
kuat dalam masalah ini, seperti yang telah ditahqiq oleh Ibnul Qayyim rahimahullaah. (Lihat: Tahdzib Sunan: I/193 dan Aunul Ma’bud)
Lalu Syaikh Abu Malik Kamal berkata, “Berdasarkan hal ini, maka wajib
bagi wanita untuk mengurai rambutnya apabila hendak mandi dari haid atau
nifas secara khusus. Dan inilah yang lebih selamat untuk diamalkan.”
(Shahih Fiqih Sunnah: I/293)
“Berdasarkan hal ini, maka wajib bagi wanita untuk mengurai rambutnya
apabila hendak mandi dari haid atau nifas secara khusus. Dan inilah yang
lebih selamat untuk diamalkan.”
(Shahih Fiqih Sunnah: I/293)
Hikmah Mengurai Rambut
Tujuan dari mengurai rambut dan melepaskan kepangan adalah untuk
meyakinkan sampainya air ke dasar rambut. Hanya saja pada mandi janabat
(junub) masih ditolerir, karena seringnya hal itu dilakukan dan karena
adanya kesulitan yang sangat saat mengurainya. Lain halnya dengan mandi
haid yang hanya terjadi setiap sebulan sekali. (Disarikan dari Tahdziib
Sunan Abi Dawud, Ibnul Qayyim: I/167, no. 166)
3. Mengoleskan sepotong kain atau kapas yang dibubuhi minyak
wangi ke kemaluannya dan bagian tubuh yang terkena darah sesudah mandi
Dianjurkan bagi wanita untuk menggunakan sepotong kain atau kapas yang
telah dibubuhi minyak wangi dan mengoleskan pada kemaluannya sesudah
mandi. Demikian juga bagian tubuh yang terkena darah, hendaknya
dibersihkan dengan kapas tadi. Hal ini didasakan pada hadits Aisyah di
atas tentang pertanyaan Asma’ radhiyallahu 'anhuma.
Hikmahnya
Para ulama berbeda pendapat tentang hikmah dianjurkannya memakai minyak
wangi ini. Dan pendapat yang kuat, tujuan mengoleskan minyak wangi tadi
untuk menghilangkan bau yang tidak sedap dan supaya kemaluan dan tempat
terkena darah haid menjadi harum. Karenanya, jika tidak didapatkan
minyak wangi bisa digantikan dengan benda lain yang memiliki bau harum
atau yang bisa menghilangkan bau tidak sedap. Jika semua itu tidak
didapatkan, maka menggunakan air saja sudah cukup. Namun jika ada minyak
wangi tapi tidak menggunakannya, maka dimakruhkan. (Lihat Syarah shahih
Muslim atas hadits di atas)
Tujuan mengoleskan minyak wangi tadi untuk menghilangkan bau yang tidak
sedap dan supaya kemaluan dan tempat terkena darah haid menjadi harum.
Anjuran ini ditujukan kepada setiap wanita yang bersih dari nifas atau
haid, baik dia punya suami atau tidak. Dan tentunya bagi yang bersuami
lebih ditekankan, agar suami bersemangat untuk menggaulinya sesudah
suci, sebagaimana anjuran bagi suami untuk segera menggauli istrinya
sesudah berhenti dari haid dan nifas. Wallahu Ta’ala A’lam.
Bagaimana Dengan Wanita yang Sedang Berkabung?
Pada dasarnya wanita yang sedang berkabung tidak boleh memakai minyak
wangi. Namun, untuk mandi dari haid diberi keringanan. Karenanya dia
tetap dianjurkan untuk memakai minyak wangi untuk menghilangkan bau
tidak sedap pada kemaluannya dan tempat yang terkena darah haidnya,
walaupun dia sedang berkabung atas kematian suami atau salah seorang
keluarganya.
Bagi wanita yang ditinggal suaminya tetap dianjurkan untuk memakai
minyak wangi untuk menghilangkan bau tidak sedap pada kemaluannya dan
tempat yang terkena darah haidnya
Dasarnya adalah hadits Ummu ‘Athiyah radhiyallahu 'anha tentang hal-hal yang dilarang ketika sedang berkabung, “Kami
tidak boleh memakai minyak wangi dan tidak boleh memakai pakaian yang
dicelup, kecuali pakaian yang biasa untuk bekerja. Namun kami diberikan
keringanan, jika salah seorang kami mandi setelah ia suci dari haidnya
untuk menggunakan sepotong kapas yang dibubuhi minyak wangi.” (HR. Al-Buhkari, no. 313)
[PurWD/voa-islam.com]
0 comments:
Post a Comment