Ukhuwah islam telah hilang dari
tubuh kaum muslimin, tak adalagi ucapan Assalamu’alaikum ketika bertemu dengan
saudara seiman baik yang dikenal atau tidak dikenal, ukhuwah islam sudah berganti
menjadi ukhuwah fil tandzim ( karena organisasi), fil hizb ( karena partai) Atau karena Nasionalisme.
konflik Indonesia dan Malaysia
memberi pelajaran bagi kita bahwa nilai – nilai ukhuwah dan Qur’aniyah telah
berganti dengan nila-nilai Nasionalis yang justru menghancurkan persatuan umat
muslim itu sendiri, dengan mengatasnamakan negara maka para kaum muslimin
saling hujat-menghujat baik di dunia nyata atau maya, sebagai contoh saja
sebagian masyarakat indonesia memanggil nama Malaysia sebagai Malingsia (
pencuri), saling bilang pengecut dll, sehingga hiujat- menghujat sudah menjadi adat.
Allah menciptakan Manusia
terpisah pulau dan bahasa atau bangsa bukan untuk konflik melainkan untuk
menghidupkan ukhuwah itu sendiri melalui ta’aruf di antara umat islam “Hai manusia, Sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.” ( QS.49 :13)
Kita punya tauladan para sahabat r.a yaitu
kaum anshor dan muhajir dizaman rasulullah dahulu, mereka yang berbeda tempat
tinggal antara mekah dan madinah Namun menjadi
satu melebur dalam ukhuwah islam, mereka rela dan bersedia di
persaudarakan di satukan di atas islam. Tidak
mempersoalkan tentang negaranya.
Seharusnya
ukhuwah kita seperti yang di katakan oleh rasulullah “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal
saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika
salah satu anggotanya merasakan sakit maka seluruh tubuh turut merasakannya
dengan berjaga dan merasakan demam.” (HR. Muslim) Coba perhatikan ketika
kaki sakit maka tangan yang memegang nya, mulut yang
berbicara dan mata yang meneteskan aior mata.
Seharusnya
kita pula seperti “satu bangunan, satu sama lain saling
menguatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim) seharusnya umat islam ada yang menjadi atap
untuk menaungi, ada yang menjadi pondasi
untuk menopang ada yang menjadi lantai untuk memberi kenyamanan.
Tapi
semua itu hilang berlahan-lahan di makan dengan semangat Nasionalis.
0 comments:
Post a Comment